- Selamat datang di website resmi Luhak Kepenuhan, Negeri BERADAT -                                                                                                                         - Adat bersendikan Syarak, Syarak bersendikan Kitabullah -                                                                                                                        -Adat Luhak Kepenuhan mengucapkan: Selamat Hari Raya Idul Adha 1435 H... Minal Aidin Wal Faizin, Mohon Maaf Lahir dan Batin. -                                                                                                                        - Website ini masih dalam proses pelengkapan data (by: admin)-

Tradisi Pupah

  • Diposting oleh Unknown
  • di Kamis, Agustus 01, 2013 -
Tradisi Pupah Masyarakat Luhak Kepenuhan
Pupah atau upah-upah dalam masyarakat Kepenuhan masih dapat ditemukan dan disaksikan. Pupah atau upah-upah ini sudah menjadi sesuatu yang sakral dilaksanakan. Kegiatan atau aktifitas upah-upah memiliki arti dan makna tersendiri dalam kehidupan masyarakat Kepenuhan. 

Upah-upah dapat diyakini sebagai menghilangkan sesuatu kekuatan diluar kemampuan dari yang di upah-upah, Kekuatan tersebut tidaklah nampak oleh kasat mata namun hanya dapat dirasa ada sesuatu membuat din yang bersangkutan menjadi kurang (Somangek) bersemangat atau dengan bahasa lain mengembalikan aktivitas sebagai mana dirasakan sebelum atau seperti semula.

Upah-upah di mata masyarakat Kepenuhan disebabkan oleh beberapa hal:


1.    Totogua : artinya ada tempat tertentu, bahwa di tempat tersebut ada makhluk jahat tapi tak nampak oleh mata kasat, namun akibat kepada yang bersangkutan mendatangkan penyakit. Penyakit yang dirasakan itu hanya dapat dipantau oleh orang pintar atau dukun di Kepenuhan, maka dukun tersebut menyaran dilaksanakannya upah-upah sebagai penangkal hilangkan kekuatan jahat terebut.
2.    Hilangnya Somangek, arti dari Somangek ini adalah bahwa yang bersangkutan dalam kehidupan dirasakannya ada sesuatu membuat dirinya dalam melaksanakan aktivitas tidak seperti biasanya, sehingga berkuranglah volume aktifiatas dia. Biasanya dengan dilaksanakan upah-upah, somangek yang dimaksud akan kembali berjalan seperti biasa. Akibat lain adalah oleh karena rasa ketakutan yang berlebihan, ini juga akan menghilangkan Somangek yang dimaksud.
3.    Adanya Suatu niat tertentu untuk dilaksanakan Upah-upah. Maksudnya adalah yang bersangkutan mengalami suatu kejadian dalam hidupnya, apakah itu kecelakaan, musibah sakit, dan lain sebagainya, maka dia punya niatan jika semhuh nanti akan dilaksanakan upah-upah.
4.    Disebabkan oleh kebiasaan adat istiadat dan dalam keluarga tersebut mampu pula untuk melaksanakannya, seperti Adat pernikahan ketika sampai pada tahap “Buek Sudah Bokato Abih”, Adat moncukua atau pemberian nama, atau sodakah (walimahan) dengan memotong hewan ternak seperti Kambing atau Kerbau oleh keluarga dilaksanakaniah upah-upah.


Pelaksanaan dari upah-upah ini biasanya diiaksanakan pada waktu setelah sholat, apakah sholat Zuhur atau Sholat Jumat, sholat Ashar, sholat Maqrib dan Sholat lsya. Dan menurut pengamatan penulis belum pernah dilaksanakan setelah sholat Subuh. Memang tidak ada batasan kapan waktu pelaksanaan dari Upah-upah ini, namun biasanya dilaksanakan pada waktu setelah shoalat yang telah disebutkan.


Aktivitas ini biasanya dilaksanakan oleh alim ulama, orang pandai/dukun. Hanya mereka ini yang mampu untuk melaksanakan upah-upah. Memang tidak ada persyaratan mutlak siapa yang ditentukan dalam pelaksanaan upah-upah ini. Maka masyarakat Kepenuhan hanya memahami dan meyakini bahwa merekalah yang mampu untuk melaksanakannya. Hanya beberapa orang saja dan merekapun diyakini mampu pula secara bathiniyah dapat menyembuhkan atau mengembalikan sesuai dengan sebab dari pelaksanaan upah-upah.


Secara teknis alat atau bahan dari upah-upah ini adalah jika ia seekor ayam dan biasanya ayam jantan, maka ayam tersebut disembelih dan dibakar atau dipanggang. Sedangkan nasinya adalah nasi kunyit, itu makanya lebih dikenal dengan nama Nasi Kunyit panggang ayam”, dalam pelaksanaan upah-upah tersebut juga menggunakan kemenyan yang diasapkan pada tempat sekitar upah-upah, biasanya kemenyan oleh pelaksana upah-upah (Alim ulama atau dukun) akan memberikan aba-aba bahwa kemenyan di asapkan dengan mengelilingi yang di upah-upah beberapa kali keliling dengan bacaan tertentu oleh alim ulama atau dukun.


Namun sebelumnya sang pemberi upah-upah akan menebarkan secara bersamaan dari tangannya beberapa butir beras dicampur dengan warna kuning, sehingga bernama dengan beras kuning, kemudian dengan “Botih” (Padi yang direndang dalam kuali tanpa minyak goreng sehingga berbentuk bunga kecil). Langkah selanjutnya adalah sang pemberi upah-upah mengangkat nasi kunyit panggang ayam tersebut, tepatnya diatas kepala yang di upah-upah dengan bacaan tertentu berupa doa, dan disinilah letak atau prosesi upah-upah sebagai inti pelaksanaannya.


Setelah itu selesailah pelaksanaan upah-upah, dan diteruskan dengan memberikan kepada yang diupah-upah untuk memcicipi sedikit dan nasi kunyit panggal ayam, biasanya yang diupah-upah akan mengambil hati atau nasi kunyit secara bersamaan untuk di cicipi. Maka langkah selanjutnya adalah nasi kunyit panggal ayam tersebut dibagi kepada jamaah atau angggota keluarga yang hadir sebagai walimahan.


Ada sesuatu larangan untuk tidak dilaksanakan baik oleh yang diupah-upah atau anggota keluarga yang hadir atau jamaah adalah bahwa nasi kunyit panggang ayang yang diupah-upah tidak diperkenankan membawa keluar dari arena pelaksanaan atau keluar dari rumah, karena diyakini akan menghilangkan arti dan makna upah-upah atau akan mendatang sesuatu yang lebih huruk, makanya orang tua-tua di Kepenuhan selalu menasehati kepada anggota keluarga khususnya anak-anak untuk tidak nakal dalam hal ini. Ada juga yang diperbolehkan dibawa atau diberikan kepada keluarga lain atau tetangga nasi kunyitnya saja, dimana nasi kunyitnya adalah yang tidak termasuk dalam pelaksanaan upah-upah.


Ada potatah potitih menyatakan” Lain lubuk lain ikan, lain padang lain Belalang”, maka pelaksanaan dari upah-upah di Luhak Kepenuhan demikian adanya. Mengapa penulis menyebutkan potatah-potith, dimana ada lima Luhak di Rokan Hulu ini sebagai dasar keadatan dalam pelaksanaan upah-upah, maka ada beberapa perbedaan dalam pelaksanaannya, namun pada intinya adalah adanya peyembuhan dan perubahan dari pelaksaaan upah-upah.

Author

Ismail, S.Ag, M.Si

Seluruh kontent dan artiket di website ini dilindungi oleh Undang-Undang, Dilarang mongcopy atau memperbanyak tanpa izin pemeggang hak cipta.